STUDI
KONSTITUSI, PERGANTIAN DAN
PERUBAHAN
KONSTITUSI
A.
Studi Konstitusi
UNDANG-UNDANG
DASAR adalah suatu pengertian yang sepanjang masa berubah. Timbulnya dari
ajaran “rasionalistis” hukum kodrat. Berpangkal pada pokok pikiran, bahwa
manusia pada mulanya hidup dalam keadaan status
naturalis. Berkenaan dengan penggolongan hukum, khususnya yang lazim
dikenal di Indonesia, Prof.Mr.St. Munadjat Danusaputro memaparkan:
Lazimya,
kita di Indonesia mengenal adanya perincian hukum dalam dua golongan besar,
yaitu:
1.
Hukum abadi, (atau
hukum Illahi), hukum susila alami dan hukum positif ciptaan Illahi merupakan
sasaran penyelidikan dan penelitian bagi para ahli susila (moralis) dan
2.
Hukum sementara (waktu)
Berdasarkan
penggolongan hukum dari Prof.Mr.St.Munadjat Danusaputro di atas, maka Hukum
Tata Negara dan Hukum Konstitusi di dalamnya masuk ke dalam “hukum sementara
(waktu). Dengan demikian, Hukum Tata Negara merupakan sasaran penelitian dan
pengkajian para ahli Hukum Tata Negara (experts
of Constitution Law) dan dengan sendirinya Hukum Konstitusi, Undang-Undang
Dasar merupakan sasaran penelitian dan pengkajian para ahli Hukum Konstitusi(experts of The Law of the Constitution).
Dalam kaitan
dengan studi konstitusi, C.F. Strong yang menyebutnya dengan studi konstitusi
politik (the study of political
constitutions), menyatakan bahwa studi politik ialah suatu cabang ilmu
politik atau ilmu negara. Ilmu politik ialah ilmu tentang struktur dan
pemerintahan masyarakat politik merupakan suatu studi masyarakat dilihat dari
suatu titik pendirian khusus, dan karena itu erat hubungannya dengan dengan
ilmu-ilmu sosial lain yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Sosiologi, suatu studi
tentang segala bentuk asosiasi manusia baik yang beradab maupun tidak beradab.
2.
Ekonomi, ilmu tentang
kesejahteraan manusia.
3.
Etika, ilmu tentang
seharusnya manusia itu bertindak dan apa sebabnya.
4.
Psikologi sosial, ilmu
tentang tingkah laku manusia sebagai makhluk dalam hubungan sosial.
Selanjutnya
mengenai ilmu politik, C.F. Strong menyatakan bahwa ilmu politik mengambil
sesuatu dari kesemuanya tersebut, sebab berkepentingan dengan suatu jenis
khusus asosiasi manusia yang karena itu sebagian adalah sosiologis, juga
berkepentingan dengan kebutuhan material anggota-anggota dari negara, karena
itu sebagian ekonomis, juga sebab tindakan negara secara moral, karena itu
sebagian adalah etis, dan juga dengan peranan gagasan-gagasan pribadi baik dari
yang memerintah maupun yang diperintah,
karena itu sebagian adalah psikologis.
Dikatakan C.F
Strong dalam pendapatnya diatas, bahwa studi konstitusi masuk ke dalam studi
studi ilmu politik dari UNESCO dan APSA. Prof. Hans Kelsen berpendapat bahwa di
sini, negara dipahami sebagai suatu tata hukum, maka masalah konstitusi yang
selama ini dipandang dari segi teori politik, menemukan tempatnya secara
alamiah dalam teori umum dari hukum.
Konstitusi dapat
dikaji dari segi ilmu politik, ilmu politik, etika, psikologi sosial. Bahkan
juga konstitusi dapat dakaji dari ilmu atau segi lainnya seperti antropologi,
ilmu sejarah, ilmu filsafat. Prof. Usep Ranawidjaja, S.H membagi konstitusi
dalam arti luas dan konstitusi dalam arti sempit. Hukum konstitusi (the law of the constitution) dan
konvensi konstitusi atau konstitusi ketatanegaraan (the convention of the
constitution) merupakan bagian dari hukum tata negara (constitutional law)
dalam arti sempit. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup hukum konstitusi,
hukum tata negara dalam arti sempit, dan hukum administrasi negara atau hukum
tata usaha negara. Dengan kata lain, hukum tata negara (constitutional law)
dalam arti sempit terdiri atas hukum konstitusi dan konvensi konstitusi. Hukum
konstitusi dalam arti sempit berupa undang-undang dasar saja dan dalam arti
luas mencakup undang-undang dasar dan undang-undang organik dan peraturan
perundang-undangan lainnya, yang kalau di Indonesia bisa berupa Ketetapan MPR
dan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, dan
peraturan di bawahnya dalam lapangan ketatanegaraan. Masuk pula ke dalam kajian
hukum konstitusi dalam arti luas, yaitu hukum dasar tidak tertulis yang
meliputi kebiasaan, kesepakatan, adat istiadat, dan konvensi dalam lapangan
ketatanegaraan.
Prof.Dr. Slamet Prajudi
Atmosudirjo, S.H mengemukakan:
1. Konstitusi
suatu negara adalah hasil atau produk dari pada sejarah dan proses perjuanagan
bangsa yang bersangkutan (begitu sejarah perjuangannya begitu juga sejarah
konstitusinya).
2. Konstitusi
suatu negara adalah rumusan dari pada filsafat, cita-cita, kehendak, dan
program perjuangan suatu bangsa, oleh karena itu jika terjadi perubahan yang
cukup besar didalam situasi maka konstitusi akan mengalami perubahan didalam
rangka daya upaya bangsa tersebut untuk mempertahankan kehidupannya secara
seefisien-efisiennya. Konstitusi adalah cermin daripada jiwa, jalan pikiran,
mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa. Dari konstitusinya dapat diketahui
bagaimana suatu bangsa memandang terhadap berbagai permasalahan hidup didunia
serta disekelilingnya.
Dengan demikian,
konstitusi merupakan bidang yang kompleks dan multi dimensi ia terbentuk dari
berbagai sudut pandang dan sekaligus dapat dikaji dari berbagai segi keilmuan.
B.
PERGANTIAN DAN PERUBAHAN KONSTITUSI
Pertumbuhan dan
perkembangan konstitusi tidak hanya dalam materi muatanya. Pertumbuhan dan
perkembanganya terjadi juga pada proses dan tata cara yang tidak formal.
Perubahan konstitusi, Dr. Muhammad Ridhwan Indra S.H, mengemukakan dalam setiap
konstitusi yang tertulis selalu tercantum suatu pasal atau pasal-pasal yang
mengatur mengenai perubahan konstitusi. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang
slalu berkembang, dimana sellu terjadi perubahan-perubahan serta dinamika dan
struktur masyarakat. Bahkan perubahan tersebut dapat terjadi dengan sedemikian
cepatnya. Sehingga konstitusi tersebut baik cepat atau lambat akan ketinggalan
jaman. Sebab itu dalam hal demikian konstitusi perlu diubah. Berkaitan dengan
prerubahan konstitusi atau UUD, Prof Soeharjo Sastrosoehardjo S.H menyoroti
dalam teori konstitusi dikenal 2 istilah perubahan UUD. Pertama , yang disebut
dengan “verfassungswandlung” ialah
perubahan makna atau penafsiran ketentuan dalam konstitusi bahkan juga
penambahan-penambahan yang tidak menyimpan dari pokok-pokok pikiran, asas-asas
serta pemerintahan, yang terkanidung didalamnya. Kedua disebut istilah “verfassungsanderung” inilah yang berupa
perubahan dalam arti sesungguhnya, bukan hanya sekedar penyesuaian tetapi suatu
perubahan yang menyangkut pokok-pokok pikiran, asas-asas, bentuk negara, sistem
pemerintahan, dan sebagainya.
Mengenai hal
yang menjamin perkembangan konstitusi atau UUD Dr.H Bagir Manan, S.H,
mengemukakan: sebagai akibat perkembangan yang terjadi, akan ada kebutuhan yang
baru yang tidak dimuat dalam UUD. Untuk memungkinkan perkembangannya, maka
setiap UUD memuat yang memungkinkan perubahan-perubahan secara formal. Pertama,
cara peumusan kaidah yang bersifat umum dan mengtur pokok-pokonya saja, ada
keluwesan. Kedua, adanya kaidah yang mengatur perubahan formal.
Prof. K. C
Wheare mengajukan 4 (empat) sasaran yang hendak dituju dalam mempertahankan
konstitusi dengan jalan mempersulit perubahannya.
1.
Agar perubahan
konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan
dan dengan sadar
2.
Agar rakyat dapat
kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan
3.
Agar dengan ini berlaku
dalam negara Serikat dan kekuasaan negara-negara bagian tidak diubah
semata-mata perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri.
4.
Agar upaya hak-hak
perseorangan atau kelompok, seperti kelompok miniritas, agama, kebudayaan
mendapat jaminan.
Menurut Prof.
Miriam Budiardjo, MA., terdapat empat macam prosedur untuk mengubah UUD:
1.
Sidang badan legislatif
dengan ditambah beberapa syarat.
2.
Referendum atau
plebisit.
3.
Negara-negara bagian
dalam negara federal.
4.
Musyawarah khusus (special convention).
Mengenai
pertumbuhan dan perkembangan konstitusi melalui interpretasi terhadap
kaidah-kaidah yang tercantum dalam UUD, Dr. H Bagir Manan, S.H.MCL. mengemukakan
kekuasaan untuk melakukan interpretasi ini dapat dilakukan oleh kekuasaan
kehakiman, legislatif, dan eksekutif.
·
Kekuasaan kehakiman
interpretasi
oleh kekuasaan kehakiman lazim disebut jucial
interpretation. Di Indinesia meskipun mengakui adanya judicial review
tetapi terbatas. Pengadilan yang berwenang hanya Mahkamah Agung dan Mahkamah
Agung tidak dapat menguji ketetapan MPR atau undang-undang. Seandainya ada
undang-undang atau ketetapan MPR yang tidak sesuai dengan UUD 1945,
undang-undang maupun ketetapan MPR tersebut tetap berlaku sah dan menyampingkan
UUD 1945.
· Kekuasaan
Legislatif
Undang-undang
berperan besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan konstitusi. Banyak hal yang
diserahkan oleh UUD kepada pembentuk undang-undang, atau karena UUD tidak
mengatur.
·
Kekuasaan Eksekutif
Pemegang
kekuasaan eksekutif juga melakukan interpretasi terhadap konstitusi. Dalam UUD
Amerika Serikat diatur bahwa presiden mempunyai kekuasaan membuat perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan senat.
Perihal
pertumbuhan dan perkembangan konstitisi melalui pertumbuhan dan perkembangan
ketentuan-ketentuan tidak tertulis, Dr. Bagir Manan, S.H.MCL. mengatakan baik
pada negara dengan sistem pemerintahan maupun presidensial, telah tumbuh dan
berkembang konvensi atau kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan disamping
kaidah-kaidah konstitusi yang tertulis.
Prof. K.C Wheare
menguraikan pertumbuhan dan perkembangan konstusi suatu negara tidak terlepas
dari peran yang dimainkan oleh kekuatan-kekuatan yang dominan dalam negara
tersebut, yang disebutnya sebagai some
primary forces. Pertumbuhan dan perkembangan konstitusi disini dapat
menjelma dalam dua kemungkinan. Pertama, kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan
perubahan keadaan.Kedua, kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan keadaan yang
membawa perubahan terhadap bunyi UUD.
Terdapat dua
macam sistem yang dapat digunakan oleh suatu negara dalam mengubah
konstitusinya. Pertama, apabila suatu undang-undang dasar diubah, maka yang
akan berlaku adalah undang-undang dasar atau konstitusi yang baru secara
keseluruhan, artinya konstitusi yang sudah diubah bagian atau bagian-bagiannya.
Kedua, apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap
berlaku. Perubahan terhadap konstutusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi
yang asli tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar