Jumat, 12 April 2013

STUDI KONSTITUSI, PERGANTIAN DAN PERUBAHAN KONSTITUSI


STUDI KONSTITUSI, PERGANTIAN DAN
PERUBAHAN KONSTITUSI

A. Studi Konstitusi
UNDANG-UNDANG DASAR adalah suatu pengertian yang sepanjang masa berubah. Timbulnya dari ajaran “rasionalistis” hukum kodrat. Berpangkal pada pokok pikiran, bahwa manusia pada mulanya hidup dalam keadaan status naturalis. Berkenaan dengan penggolongan hukum, khususnya yang lazim dikenal di Indonesia, Prof.Mr.St. Munadjat Danusaputro memaparkan:
Lazimya, kita di Indonesia mengenal adanya perincian hukum dalam dua golongan besar, yaitu:
1.        Hukum abadi, (atau hukum Illahi), hukum susila alami dan hukum positif ciptaan Illahi merupakan sasaran penyelidikan dan penelitian bagi para ahli susila (moralis) dan
2.        Hukum sementara (waktu)
Berdasarkan penggolongan hukum dari Prof.Mr.St.Munadjat Danusaputro di atas, maka Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi di dalamnya masuk ke dalam “hukum sementara (waktu). Dengan demikian, Hukum Tata Negara merupakan sasaran penelitian dan pengkajian para ahli Hukum Tata Negara (experts of Constitution Law) dan dengan sendirinya Hukum Konstitusi, Undang-Undang Dasar merupakan sasaran penelitian dan pengkajian para ahli Hukum Konstitusi(experts of The Law of the Constitution).
Dalam kaitan dengan studi konstitusi, C.F. Strong yang menyebutnya dengan studi konstitusi politik (the study of political constitutions), menyatakan bahwa studi politik ialah suatu cabang ilmu politik atau ilmu negara. Ilmu politik ialah ilmu tentang struktur dan pemerintahan masyarakat politik merupakan suatu studi masyarakat dilihat dari suatu titik pendirian khusus, dan karena itu erat hubungannya dengan dengan ilmu-ilmu sosial lain yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1.        Sosiologi, suatu studi tentang segala bentuk asosiasi manusia baik yang beradab maupun tidak beradab.
2.        Ekonomi, ilmu tentang kesejahteraan manusia.
3.        Etika, ilmu tentang seharusnya manusia itu bertindak dan apa sebabnya.
4.        Psikologi sosial, ilmu tentang tingkah laku manusia sebagai makhluk dalam hubungan sosial.
Selanjutnya mengenai ilmu politik, C.F. Strong menyatakan bahwa ilmu politik mengambil sesuatu dari kesemuanya tersebut, sebab berkepentingan dengan suatu jenis khusus asosiasi manusia yang karena itu sebagian adalah sosiologis, juga berkepentingan dengan kebutuhan material anggota-anggota dari negara, karena itu sebagian ekonomis, juga sebab tindakan negara secara moral, karena itu sebagian adalah etis, dan juga dengan peranan gagasan-gagasan pribadi baik dari yang memerintah maupun  yang diperintah, karena itu sebagian adalah psikologis.
Dikatakan C.F Strong dalam pendapatnya diatas, bahwa studi konstitusi masuk ke dalam studi studi ilmu politik dari UNESCO dan APSA. Prof. Hans Kelsen berpendapat bahwa di sini, negara dipahami sebagai suatu tata hukum, maka masalah konstitusi yang selama ini dipandang dari segi teori politik, menemukan tempatnya secara alamiah dalam teori umum dari hukum.
Konstitusi dapat dikaji dari segi ilmu politik, ilmu politik, etika, psikologi sosial. Bahkan juga konstitusi dapat dakaji dari ilmu atau segi lainnya seperti antropologi, ilmu sejarah, ilmu filsafat. Prof. Usep Ranawidjaja, S.H membagi konstitusi dalam arti luas dan konstitusi dalam arti sempit. Hukum konstitusi (the law of the constitution) dan konvensi konstitusi atau konstitusi ketatanegaraan (the convention of the constitution) merupakan bagian dari hukum tata negara (constitutional law) dalam arti sempit. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup hukum konstitusi, hukum tata negara dalam arti sempit, dan hukum administrasi negara atau hukum tata usaha negara. Dengan kata lain, hukum tata negara (constitutional law) dalam arti sempit terdiri atas hukum konstitusi dan konvensi konstitusi. Hukum konstitusi dalam arti sempit berupa undang-undang dasar saja dan dalam arti luas mencakup undang-undang dasar dan undang-undang organik dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang kalau di Indonesia bisa berupa Ketetapan MPR dan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, dan peraturan di bawahnya dalam lapangan ketatanegaraan. Masuk pula ke dalam kajian hukum konstitusi dalam arti luas, yaitu hukum dasar tidak tertulis yang meliputi kebiasaan, kesepakatan, adat istiadat, dan konvensi dalam lapangan ketatanegaraan.
Prof.Dr. Slamet Prajudi Atmosudirjo, S.H mengemukakan:
1.      Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk dari pada sejarah dan proses perjuanagan bangsa yang bersangkutan (begitu sejarah perjuangannya begitu juga sejarah konstitusinya).
2.      Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari pada filsafat, cita-cita, kehendak, dan program perjuangan suatu bangsa, oleh karena itu jika terjadi perubahan yang cukup besar didalam situasi maka konstitusi akan mengalami perubahan didalam rangka daya upaya bangsa tersebut untuk mempertahankan kehidupannya secara seefisien-efisiennya. Konstitusi adalah cermin daripada jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa. Dari konstitusinya dapat diketahui bagaimana suatu bangsa memandang terhadap berbagai permasalahan hidup didunia serta disekelilingnya.
Dengan demikian, konstitusi merupakan bidang yang kompleks dan multi dimensi ia terbentuk dari berbagai sudut pandang dan sekaligus dapat dikaji dari berbagai segi keilmuan.

B. PERGANTIAN DAN PERUBAHAN KONSTITUSI
Pertumbuhan dan perkembangan konstitusi tidak hanya dalam materi muatanya. Pertumbuhan dan perkembanganya terjadi juga pada proses dan tata cara yang tidak formal. Perubahan konstitusi, Dr. Muhammad Ridhwan Indra S.H, mengemukakan dalam setiap konstitusi yang tertulis selalu tercantum suatu pasal atau pasal-pasal yang mengatur mengenai perubahan konstitusi. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang slalu berkembang, dimana sellu terjadi perubahan-perubahan serta dinamika dan struktur masyarakat. Bahkan perubahan tersebut dapat terjadi dengan sedemikian cepatnya. Sehingga konstitusi tersebut baik cepat atau lambat akan ketinggalan jaman. Sebab itu dalam hal demikian konstitusi perlu diubah. Berkaitan dengan prerubahan konstitusi atau UUD, Prof Soeharjo Sastrosoehardjo S.H menyoroti dalam teori konstitusi dikenal 2 istilah perubahan UUD. Pertama , yang disebut dengan “verfassungswandlung” ialah perubahan makna atau penafsiran ketentuan dalam konstitusi bahkan juga penambahan-penambahan yang tidak menyimpan dari pokok-pokok pikiran, asas-asas serta pemerintahan, yang terkanidung didalamnya. Kedua disebut istilah “verfassungsanderung” inilah yang berupa perubahan dalam arti sesungguhnya, bukan hanya sekedar penyesuaian tetapi suatu perubahan yang menyangkut pokok-pokok pikiran, asas-asas, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan sebagainya.
 Mengenai hal  yang menjamin perkembangan konstitusi atau UUD Dr.H Bagir Manan, S.H, mengemukakan: sebagai akibat perkembangan yang terjadi, akan ada kebutuhan yang baru yang tidak dimuat dalam UUD. Untuk memungkinkan perkembangannya, maka setiap UUD memuat yang memungkinkan perubahan-perubahan secara formal. Pertama, cara peumusan kaidah yang bersifat umum dan mengtur pokok-pokonya saja, ada keluwesan. Kedua, adanya kaidah yang mengatur perubahan formal.
Prof. K. C Wheare mengajukan 4 (empat) sasaran yang hendak dituju dalam mempertahankan konstitusi dengan jalan mempersulit perubahannya.
1.        Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar
2.        Agar rakyat dapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan
3.        Agar dengan ini berlaku dalam negara Serikat dan kekuasaan negara-negara bagian tidak diubah semata-mata perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri.
4.        Agar upaya hak-hak perseorangan atau kelompok, seperti kelompok miniritas, agama, kebudayaan mendapat jaminan.
Menurut Prof. Miriam Budiardjo, MA., terdapat empat macam prosedur untuk mengubah UUD:
1.        Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat.
2.        Referendum atau plebisit.
3.        Negara-negara bagian dalam negara federal.
4.        Musyawarah khusus (special convention).
Mengenai pertumbuhan dan perkembangan konstitusi melalui interpretasi terhadap kaidah-kaidah yang tercantum dalam UUD, Dr. H Bagir Manan, S.H.MCL. mengemukakan kekuasaan untuk melakukan interpretasi ini dapat dilakukan oleh kekuasaan kehakiman, legislatif, dan eksekutif.
·      Kekuasaan kehakiman
interpretasi oleh kekuasaan kehakiman lazim disebut jucial interpretation. Di Indinesia meskipun mengakui adanya judicial review tetapi terbatas. Pengadilan yang berwenang hanya Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung tidak dapat menguji ketetapan MPR atau undang-undang. Seandainya ada undang-undang atau ketetapan MPR yang tidak sesuai dengan UUD 1945, undang-undang maupun ketetapan MPR tersebut tetap berlaku sah dan menyampingkan UUD 1945.
·      Kekuasaan Legislatif
Undang-undang berperan besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan konstitusi. Banyak hal yang diserahkan oleh UUD kepada pembentuk undang-undang, atau karena UUD tidak mengatur.
·      Kekuasaan Eksekutif
Pemegang kekuasaan eksekutif juga melakukan interpretasi terhadap konstitusi. Dalam UUD Amerika Serikat diatur bahwa presiden mempunyai kekuasaan membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan senat.
Perihal pertumbuhan dan perkembangan konstitisi melalui pertumbuhan dan perkembangan ketentuan-ketentuan tidak tertulis, Dr. Bagir Manan, S.H.MCL. mengatakan baik pada negara dengan sistem pemerintahan maupun presidensial, telah tumbuh dan berkembang konvensi atau kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan disamping kaidah-kaidah konstitusi yang tertulis.
Prof. K.C Wheare menguraikan pertumbuhan dan perkembangan konstusi suatu negara tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh kekuatan-kekuatan yang dominan dalam negara tersebut, yang disebutnya sebagai some primary forces. Pertumbuhan dan perkembangan konstitusi disini dapat menjelma dalam dua kemungkinan. Pertama, kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan perubahan keadaan.Kedua, kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan keadaan yang membawa perubahan terhadap bunyi UUD.
Terdapat dua macam sistem yang dapat digunakan oleh suatu negara dalam mengubah konstitusinya. Pertama, apabila suatu undang-undang dasar diubah, maka yang akan berlaku adalah undang-undang dasar atau konstitusi yang baru secara keseluruhan, artinya konstitusi yang sudah diubah bagian atau bagian-bagiannya. Kedua, apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstutusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar