1. CARA KERJA FILSAFAT ILMU
Kita
akan menyoroti cara kerja filsafat secara historis. Pertama- tama, cara kerja
filsafat menurut anggapan lingkungan Yunani, kemudian mrnurut cara kerja
skolastik dalam lingkungan Yahudi, Kristiani maupun Islam sampai akhir Abad
Pertengahan, dan akhirnya cara kerja filsafat
Barat modern.
a. Dalam Masa Yunani Purba
Para filsuf prasokrates ingin menemukan apa yang kiranya
merupakan asas (arkhe, principium, principle) dari semua gejala yang diamati
dan dialami manusia. Gejala-gejala itu merupakan titik pangkal upaya mereka.
Dari sana mereka mau menuju asas yang tak kelihatan, yang selalu dianggap
sebagai sesuatu yang objektif . Asas itu ada yang diberi nama seperti air,
udara, dan ”yang tak terselami”, ”keteraturan”, ” yang tetap berada dan tidak
berubah”, ataupun ”yang senantiasa berubah”.
Metode Sokrates disebut maieutike (kebidanan), yaitu
upaya agar dalam dialog apa yang terkandung dalam diri manusia bisa dilahirkn,
diucapkan ,dan disadari,. Seakan-akan Sokrates berkata : ” Sebagaimana seorang
Ibu melahirkan saya, dan Ibu saya menolong orang untuk melahirkan anak yang
dikandungnya, saya pun ingin membantu seorang melahirkan apa yang
dikandungnya”.
Cara kerja dialogis ini sangat tampak dalam karya Plato,
murid Sokrates. Namun dalam karya Plato ada kecenderungan bahwa cara kerja
filsafat mengarah lagi pada suatu dunia yang lain dari dunia pengalaman
manusia. Menurut Plato objektif. Adanya yang benar itu kadang-kadang dapat
diterka dan disinggung manusia berkat instuisinya. Sudah kita lihat bahwa
matematika sebagai lambang dari yang tetap dan abadi sangat dikagumi Plato, dan
bahwa pengetahuan apriori serta cara kerja deduktif dianggap sebagai jaminan
untuk mencapai kepastian mutlak dan keberlakuan umum yang merupakan ciri-ciri
episteme
b. Dalam Lingkungan Yahudi,
Kristiani, dan Islam Sampai Masa Skolastik
Sudah dalam dunia kebudayaan Yunani purba dan sekitarnya
ada suatu lingkungan tersendiri yang didasarkan pada iman kepada Allah Yang Maha
Esa. Itulah lingkungan Yahudi, dan di kemudian hari disusul lingkungan
Kristiani dan Islam. Ketiganya
berciri monoteisme.
Dalam pertemuan antar filsuf Yunani dan ketiga lingkungan
agama itu, orang yang menganut iman kokoh dan meyakininya sedalam-dalamnya
sebagai satu-satunya pegangan hidup mereka, dihadapkan pada suatu dunia lain
yang pengetahuan serta hidup moralnya tidak berpangkal pada iman namun tidak
bisa ditolaknya begitu saja. Maka, di sini timbullah masalah iman dan akal,
yang sejak awal tarikh Masehi sampai tahun 1400 sering kali melanda kalangan
para cedekiawan lingkungan bersangkutan. Tanpa secara ringkas kita melihat
pertemuan serta konfrontasi iman akal itu.
Pada awalnya dalam ketiga lingkungan itu ada pihak yang
bersikap terbuka dan bersedia melihat adanya kesinambungan antara iman dan akal
dua sumber pengetahuan, yang tentu dianggap berasal dari Allah Yang Maha Esa
itu. Kita Yustinus, mazhab Iskandaria dan pada umumnya para pengarang kuno di
wilayah gereja timur dalam lingkungan Kristiani serta aliran Mu’tazilla, al-
Farabi Ibn Sina, Ibn Rushd dalam lingkungan Islam.
Arti kata methodus scholatica tentu
saja berkait erat dengan schola, yang artinya sekolah. Makna istilah itu sudah
jelas dalam upaya dan karya Boethius, yang hidup pada masa runtuhnya kerajaan
romawi bagian barat yang mencangkup Kebudayaan Yunani Helenisme Kuno. Kekuasaan
beralih pada bangsa-bangsa yang sudah Kristiani, tetapi yang kebudayaannya jauh
lebih rendah. Demi masa depan bagian Eropa itu, sebagai bangsawan dan sarjana
yang masih sempat belajar di Akademi Athena dan Konstantinopel, Boethius merasa
terpanggil menjadi ” penunjuk jalan” ke masa depan yang didamba-dambakan. Cara
yang dianjurkannya ialah belajar pada ” sekolah” tokoh-tokoh kuno, tanpa perlu merasa takut-takut,
karena semboyannya adalah ” Cobalah sedapat mungkin menggabungkan iman dan
akal”.
Kita
melihat pandangan skolastik tentang filsafat. Menurut mereka, karena akal budi
berasal dari Allah yang sama yang telah mewahyukan pokok-pokok iman, maka hasil
akal budi tidak usah dicurigai,. Selain itu akal budi juga merupakan kekhususan
leluhur kita ( kaum beriman), yang punya iman berbeda atau bahkan tidak beriman
sama sekali. Maka dari itu sebaiknya kita (kaum beriman) tidak usah mencurigai
akal budi, kecuali jika ada ajaran yang betul-betul jelas bertentangan dengan
iman yang lurus. Dengan demikian filsafat sejati bersesuaian dengan iman,
karena akal bersesuaian dengan iman, dengan catatan iman lebih tinggi dari pada
akal. Filsafat sejati juga bersesuaian dengan teologi yang tepat dan benar dengan
catatan teologi yang benar dan tepat lebih luhur dari pada filsafat. Kendati
begitu, iman atau teologi tidak boleh dan tidak dapat memperbudak atau menjadi
tuan filsafat, sebab filsafat benar-benar berdaulat dan berdiri sendiri.
Gambaran tentang pengetahuan dan
cara kerja filsafat yang muncul dalam lingkungan skolastik
Yahudi-Kristiani-Islam menekankan objek pengetahuan serta ciri objektif
pengetahuan itu sendiri.
c. Selama
Masa Modern
Sehubungan dengan cara kerja
filsafat seluruh masa modern di dunia barat ditandai oleh dua ciri utama. Yang
pertama ialah bahwa filsafat semakin berdiri sendiri, dalam arti bahwa
kebanyakan filsuf entah beriman, entah tidak beriman tidak memperdulikan adanya
teologi berdasarkan iman. Ciri yang kedua pembelokan ke arah subjek pengetahuan
yang telah dirintis Descartes.
Abad ke 20 ada dua aliran
”menyimpang” dari perhatian itu, yakni neopositivisme dan strukturalisme. Di
sini kita hanya akan menyinggung beberapa anggapan selama masa modern filsafat
Barat, dengan pengandaian bahwa tokoh-tokohnya sudah dikenal. Dan dibedakan
menjadi lima tahap perkembangan.
Tahap
awal ditandai oleh tiga tokoh besar, yaitu Descartes, Spinoza, dan Pascal.
Tahap ini dicirikan oleh sikap mereka masing-masing terhadap cara kerja apriori
atau aposteriori filsafat dan pengetahuan secara umum. Menurut Descartes yaitu
idea yang jelas dan terpilah-pilah itu ada tiga macam, yakni kesadaranku,
keluasan, dan adanya yang sempurna. Model ciptaan Descartes dikembangkan dengan
lebih konsekuen lagi oleh Barukh Spinoza, yaitu tanpa terlebih dulu melewati
jalan keragu-raguan. Yang melawan cara kerja ini adalah Blaise Pascal bahwa
dalam bidang iman dan teologi Pascal menjadi penerus anggapan yang sudah muncul
sejak permulaan reformasi, yaitu menimbulkan dosa.
Tahap kedua merupakan masa jaya dua aliran besar filsafat
barat modern, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme dapat dianggap
sebagai lanjutan dari pikiran dan cara kerja Descartes dan Spinoza, namun
kurang mementingkan cara kerja matematika yang ketat. Menurut anggapan
empirisme, cara kerja filsafat ialah mengumpulkan data-data empirisme yang
diolah dan diatur oleh pengetahuan inderawi.
Tahap ketiga munculnya filsafat Kant merupakan suatu
sistem yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang secara aposteriori
diselidiki oleh ilmu pengetahuan yang memungkinkan penyelidikan aposteriori
itu.
Tahap keempat dicirikan oleh kritik terhadap idealisme,
yang dapat dibedakan menjadirasa curiga akan kemampuan akal yang dianggapnya
lemah dan menimbulkan dosa.
Tahap kedua merupakan masa jaya dua aliran besar filsafat
barat modern, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme dapat dianggap
sebagai lanjutan dari pikiran dan cara kerja Descartes dan Spinoza, namun
kurang mementingkan cara kerja matematika yang ketat. Menurut anggapan
empirisme, cara kerja filsafat ialah mengumpulkan data-data empirisme yang
diolah dan diatur oleh pengetahuan inderawi.
Tahap ketiga munculnya filsafat Kant merupakan suatu
sistem yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang secara aposteriori
diselidiki oleh ilmu pengetahuan yang memungkinkan penyelidikan aposteriori
itu.
Tahap keempat dicirikan oleh kritik terhadap idealisme,
yang dapat dibedakan menjadi tiga macam cara kerja filsafat sebagai perintis ketiga
cara itu dapat disebut Marx, Kierkegaard, Husserl.
Tahap kelima ada dua aliran yang menonjol dalam tahap
ini, yaitu neopositivisme dan strukturalisme. Neopositivisme mencita-citakan
perpaduan antara ilmu-ilmu empiris dan ilmu-ilmu pasti. Strukturalisme yaitu
diterapkan pada ilmu-ilmu kemanusiaan lainnya seperti antropologi kebudayaan,
psikologi, sejarah. Menurut cara kerja itu, manusia dipelajari sebagai objek
yang tidak bisa tidak tunduk pada susuanan atau struktur yang secara apriori
terdapat dalam bidang-bidang penyelidikan tersebut sebagai hukum-hukum yang tak
dapat diganggu gugat.
2. CARA KERJA FILSAFAT
Salah satu
cara kerja filsafat yang gunanya dapat dipertanggungjawabkan ialah cara kerja
yang bertitik pangkal pada pengalaman manusia, yang mencari dan bertanya
tentang segala sesuatu. Berkat adanya institusi yang merupakan sumber
pengalaman itu, manusia mengadakan reduksi kearah sumber itu. Reduksi itu
bersifat abstrak. Dan berkat perjalanan reduktif itu, dalam suatu deduksi berikutnya
susunan sebenarnya dari kenyataan yang dialami itu dapat diungkapkan secara
tersurat dan dapat dipahami.
3. CARA KERJA FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan yang
melebihi sekedar uraian tentang pelaksanaan teknis ilmu-ilmu bersangkutan ialah
penelitian tentang apa yang memungkinkan ilmu-ilmu itu terjadi dan berkembang.
Cara kerja ini bertitik pangkal pada uraian ilmu-ilmu pengetahuan, sehingga
melalui jalan reduksi dapat nencapai pokok-pokok inti yang memungkinkannya. Kemudian
berkat reduksi itu, cara kerja dan pembentukan ilmu-ilmu dalam pelaksanaan
sehari-hari dapat diterangkan dan dimengerti.
TARAF-TARAF KEPASTIAN
SUBJEKTIVITAS DAN OBJEKTIVITAS
Dalam keseluruhan proses pengetahuan itu
dapat dibedakan tanpa dapat dipisahkan dua hal, yaitu evidensi dan kepastian.
Dalam kesatuan subjek dan objek itu, evidensi terletak pada pihak objek. Sedang
kepastian terletak pada pihak subjek. Evidensi seolah-olah merupakan terang
atau daya objek yang menampakkan diri, sedangkan kepastian adalah keyakinan
dalam diri subjek bahwa yang dikenalnya adalah betul-betul objek yang memang
ingin diketahuinya. Kedua hal ini merupakan ciri-ciri gejala pengetahuan yang
sekaligus merangkum baik si subjek pengenal maupun objek yang dikenal.
1. Taraf- taraf Kepastian
dalam Ilmu Empiris dan Ilmu Pasti
Sudah kita lihat kepastian merupakan ciri pengetahuan
yang terletak pada pihak subjek. Demikian juga kesementaraan dan kesesatan
dalam pengetahuan. Sedangkan mengenai kebarangkalian harus diakui bahwa istilah
itu justru digunakan oleh para ilmuwan untuk menunjukan sesuatu yang dalam
gejala pengetahuan terletak pada pihak objek. Untuk mencegah kesulitan ini,
disini diperkenalkan istilah keterpercayaan.
Keterpercayaan merupakan ciri khas hipotesa ilmiah. Dalam
gejala pengetahuan ilmiah, hipotesa terletak pada pihak subjek. Keterpercayaan
hipotesa bisa agak lemah, misalnya jika belum diperiksa secara empiris dan bisa
kuat juga, kalau sesudah diperiksa sekian kali ternyata belum kalah. Hal ini
tergantung pada jumlah dan mutu data-data empiris yang suatu ketika dapat
diterangkan atas dasar hipotesa itu.
Perbedaan antara masalah keterpercayaan dengan masalah
kebarangkalian ialah bahwa dalam hal keterpercayaan dari suatu hipotesa, pokok
pembicaraan atau perbandingan diemukan dalam keterpercayaan logis dari suatu
atau beberapa pernyataan proporsi. Sedangkan kebarangkalian pokok pembicaraan
atau perbandingan ialah kebarangkalian statistis dari suatu atau beberapa
kenyataan yang dapat diulangi.
a. Dalam Ilmu Empiris
Bahwa semua ilmu empiris
termasuk ilmu-ilmu kemanusiaan, mengejar kepastian dalam dua arti. Pertama,
kepastian tentang explanans gejala-gejala yang diselidiki, lalu juga kepastian
mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu hukum yang berlaku. Maka,
menurut peristilahan yang telah digunakan Sehubungan dengan bagan deduktif
nomologis dapat dikatakan dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah.
Akan tetapi yang tercapai
hanyalah suatu taraf keterpercayaan yang berdasarkan pengamatan empiris tak pernah
dapat mencapai nilai 1. Bahkan kendati hipotesa dan hukum sangat terpercaya,
keduanya harus tetap terbuka untuk dibuktikan salah. Maka keduanya itu bersifat
sementara.
b. Dalam Ilmu-ilmu Pasti
Dapat dikatakan bahwa dalam
konteks penemuan dan pembenaran dari salah satu sistem matematika atau logika
yang sudah jadi dan berdiri sendiri tidak ada hipotesa lagi melainkan hanya
ungkapan-ungkapan yang bersifat aksiomatis dan dalil-dalil yang semuanya tanpa
kecuali, tidak bisa selain bernilai 1.
2. Refleksi dan Evaluasi Filsafat
Atas Data-data itu
Dalam abat ke-20 ini, pokok-pokok perhatian filsafat
dan ilm-ilmu memang sering diarahkan lagi pada ‘’benda pada dirinya sendiri’’(Husserl ) dan dalam bidang ilmi-ilmu alam dilakukan
penyelidikan atas dasar-dasar ilmu (faundational research), antara persoalan
lain mengenai materi itu sebernanya apa.
1. Paham
tentang “Benar” dan “Tepat” dalam ilmu-ilmu
a. Dalam
Ilmu-ilmu
Empiris
Meninjau
dari kata “tepat”, Pertama, tepatnya cara
kerja penemuan. Kedua, tepatnya cara
kerja dan cara penerapan hasil ilmu.
Ketiga, hannya untuk ilmu-ilmu kemanusiaan: tepatnya kesadaran akan hubungan
timbale balik antara subjek pengetahuan dengan objenya,
Mengenai
kata “benar” ada perbedaan besarb diantarabpenganut ilmu empiris. Tetapi
perbedaan itu agak jarang muncul secara eksplisit dan tersurat. Pada abad ke-19
ada dua pandangan besa, yang dapat digolongkan sebagai anggapan yang paling
mementingkan objek yang diketahui serta bagaimana berlangsungnya pengetahuan
itu, dan masing-masing anggapan mempunyai tokoh yang dikenal, mereka yang
berpendapat perlunnya antara si pengenal dan apa yang dikenal.
Anggapan tentang terwujudnya
kebenaran dalam praktek berasal drai Amerika. Para
pendiri pragmatisme itu memang agak terkenal sebagai tokoh filsafat, yaitu Charles S.
Peirce (1839-1914),William
James (1842-1910), dan John Dewey
(1859-1952).
Sedangkan
anggapan tentang terlaksanannya kebenaran dalam ungkapan manusia berasal dari
Inggris. Para pendiri aliran ini8 juga dikenal sebagai tokoh filsafat, yaitu
Frank Pluputon Ramsey (1903-1930), John Langshaw Austin (1911-1960), dan Peter
Frederick Strawson(1919).
b.
Dalam ilmu-ilmunpasti
Satu-satunnya
masalah ialah apakah langkah-langkah yang di tempuh itu tepat. Benar tidaknyasuatu
sistem atau suatu langkah dalam sistem tertentu ialah yang berasal dari
category mistake seperti misalnya kalau saya bertanya apakah kimia itu hijau
atau merah.
2. Refleksi
Filsafat Atas
Ada Tidanya Kebenaran
Berdasarkan
pemandanga ringkas atas sejarah filsafat mengenai kebenaran, lalau pemandangan
ringkas akan paham tentang kebenaran akan kita terapkan pada anggapan-anggapan
yang telahsudah di kemukakan. Akhirnya akan kita tarik kesimpulan umum tentang
kedudukan kebenaran.
a. Pokok-pokok
sejarah filsafat tentang kebenaran
Dalam
masa kuno kita berjumpa dengan anggapan tentang kebenaran yang berasal dari plato . Dewasa ini Martin Heidggertelah
berusaha menerangkan pandngan Plato itu dengan
menguraikan kata yunani aletheia (= kebenaran). Secara etimologis kata itu
dapat diterangkan sebagai “tak tersembunyikan”.
Menurut gagasan Plato, kebenaran sebagai
ketersembunyian adannya tidak dapat dicapai oleh manusia selama di dunia
ini.Dari seluruh penjelasan ini sebaiknya kita anggapan bahwa “kebenaran”
menurut anggapan Plato adalah sesuatu yang terdapat pada apa yang di kenal,
atau pada apa yang dikejar untuk dikenal.
b. Apa
itu kebenaran?
Kebenaran adalah pernyataan adanya (being)
yang yang menampakkan diri sampai masuk akal,
c. Penilaian
Filsafat Atas Kebenaran Ilmu-ilmu
Salah satu tugas pokok filsafat ilmu
pengetahuan ialah menilai hasil ilmu-ilmu pengetahuan dilihat dari sudut
pengetahuan manusia lainnya.
d. Kesimpulan
Umum tentang Kedudukan Kebenaran
Dalam hubungan penyamaan antar keduanya itu kebenaran muncul,
berkembang, dan maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan
masyarakat penenal.
Kedudukan pertama-tama berkedudukan dalam diri si pengenal. Kebenaran
diberi batasan sebagai penyamaan akal dengan kenyataan budi tanpa pernah sampai
pada kesamaan sempuna yang dituju kebenaran dalam pengalaman manusia.
BAGIAN KETIGA
ANGGAPAN-ANGGAPAN POKOK
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
SELAMA MASA MODERN
Menelusuri
sejarah filsafat ilmu pengetahuan selama masa modern sambil berhenti pada
beberapa pokok dan tokoh yang menonjol. Masa khas Renaissance dan Humanismedunia Barat sejak pada abad ke-15 ialah
menonjolnya manusia sebagi pribadi perseorangan dan sebagai yang berkuasa.
1. Francis
Bacon
(1561-1626)
a.
Riwayat
Hidup
dan Karyanya
Bacon lahir di London , selam hidupnya ia menekuni studi, dan
penuh pehatian akan dunia sekitarnya. Pada tahun 1621 ia diangkat mejadi
Viscount of St. Albans.
Beberapa karyanya, The Advancement of Learning
(1606), yang kemudian di sadur kembali pada tahun 1623 denag judul De
digtnitatebet augmentis scientiarum(Tentang perkembangan luhur suatu ilmu),
sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang di rencanakannya namun tak
pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (pembaharuan besar).
Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum
Organum (Organum Baru).
b. Ciri
Umum Karya
Bacon
Mengenai pembagian ilmu, menurut bacon jiwa manusia yang berakal
mempunyai suatu kemampuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal
(imagination), dan akal (ratio).
Ketiganya merupakan dasar segal pengetahuan.
Sikap khas Bacon mengenai cirri dan tugas
filsafat paling mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia
didekatnya satu sama lain karena tidak dikuasai kecuali jalan “menaatinya” Agar
dapat “taat” pada perlulah manusia mengenalnya terlebih dahulu.
c. Penilaian
Singkat
2. Perkembangan
Sampai
dengan Hume dan Kant
Kedua tokoh abad ke-18 ini jangan diogolongkan sebagai filsuf ilmu
pengetahuan,karena ruang lingkup karya dan filsafat mereka jauh melebihi bidang
filsafat ilmu pengetahuan.
3. John
Stuart Mill
(1806-1873)
a. Riwayat Hidup
dan Karyanya
Mill lahir di kota
London , Karya Mill
meliputi filsafat Negara dan ketuhana (A System of Logic(1843)), dengan pokok
pembicaraan sekitar cara kerja
ilmu-ilmu alam.
b. Ajaran
Mill tentang
Ilmu-ilmu
Didalam ajaran yang diperkenalkan oleh
Mill didalamnya terdapat pembahasan mengenai
-
Problematika
Induksi
menurut Mill
-
Pembenaran Proses Induksi
-
Cara
Kerja Induksi
c.
Beberapa tokoh dan Aliran Sehubungan
dengan Mill
Yaitu:
-
William
Whewel
(1794-1866)
-
Aguste
Comte
(1798-1857)
-
Jules
Lacheilier
(1832-1918)
Anggapan – anggapan pokok mengenai filsafat ilmu pengetahuan abad ke-20
1. Lingkaran
wina
a. Latar
belakang
Lingkaran wina atau dalam bahasa jerman wiener kreis
adalah suatu kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu pastidan alam di
Wina ibu kota Australia . Kelompok ini didirikan
oleh moritzschlick pada tahun 1924, namun pertemuan pertemuannyasudah
langsung sejak tahun 1922, dan
berlangsung sampai tahun 1938.
b. Pandangan
yang dikembangkan oleh lingkaran wina disebut Neopositivisme, atau kerap juga dinamakan positivism logis,ataupun
empirisme logis.secara umumj mereka berpendapat bahwa hanya ada satu sumber
pengalaman saja, yaitu pengalaman. Mereka punya minat besar untuk mencari garis
batas atau demarkasi antara pernyataan yang bermakna (meaningful), dan tidak
bermakna (meaningless) berdasarkan kemungkinan untuk diferifikasi. Tugas
tunggal yang tertinggal bagi filsafat ialah memeriksa susunan logis bahasa
ilmiah, baik dalam perumusan penyelidikan ilmu alam, maupun dalam bidang logika
dan matematika.
c.
Filsafat ilmu dalam pandangan
positifisme logis
Dalam
kerangka pemikiran semacam itu, filsafat ilmu pengetahuan mereka pandang
sematamata sebagai logika ilmu ( the logic of science ). Sebagai implikasinya,
filsafat ilmu harus disusun berdasarkan analog logika formal. Logila ilmu lebih
mengurusi bentuk logis pernyataan ilmiah. Yang ada dalam pandangan logika ilmu
hanyalah kontek pengujian dan pembenaran ( context of justification ) ilmu
pengetahuan bersangkutan. akibatnya,filsafat ilmu dalam hal ini yang dimaksud
ialah logika ilmu kian jauh dari kenyataan ilmu pengetahuan sebenarnya, karena
terlalu sibuk dengan apa yang terjadi dalam ilmu pengetahuan.
2.
Karl
Raimund Popper
a. Riwayat
hidup dan karyanya
Popper
lahir dikota wina pada tahun 1902, ia belajar ilmu alam pada universitas, lalu
menjadi guru SMA, sekaligus ia berminat besar akan filsafat. Pada masa mudanya
ia berkenalan dengan beberapa tokoh lingkaran wina, namun tidak pernah menjadi
anggotanya. Popper mengungsi nkeselandia baru dan mengajar di Christchurch . Sejak kembali keeropa, ia
dilondon dan mengajar disana. Karya dasarnya ialah logik der forschung (1934) yang diterjemahkan menjadi
the logic of scien tific discofery (1959).
b. Pokok
pokok pemikiran popper
Dasar
logis cara kerja ilmu emppiris
Popper menentang beberapa gagasan dasar lingkaran
wina, pertama ia menentang pembedaan antara ungjapan yang disebut bermakna
(meaningful) dari yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriterium dapat
tidak nya dibenarkan secara empiris. Pembadaan itu digantinya, dengan apa yang
disebutnya garis batas. Untuk mencapai pandangan ini popper menggunakan
kebenaran logis yang sebenarnya sederhana sekali. Dalam perkataan popper
sendiri : “dengan opserfasi angsa putih, betapapun besar jumlahnya,orange tidak
dapat sampai kesimpulan nsemua angsa berwarna putih, tetapi sementara itu cukup
satu kali opserfasi terhadap[ seekor angsa hitam untuk menyangkal pemdapat tadi
“.
3.
Filsafat ilmu baru
a. Thomas
S Kubn :
struktur revolusi ilmiah
Filsafat ilmu baru ini dimulai dengan terbitnya
karya Kuhn the structure of scientific revolutions.
Pada tahun 1970 terbit buku dengan judul yang sama dari Kuhn ,
namun sudah dengan sedikit perubahan dan “postscript”. Menurut Kuhn
sebaliknya upaya untuk berguru pada sejarah ilmu harus merupakan titik pangkal
segala penyelidikan. Dengan begitu diharapkan filasafat ilu bisa semakin
mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya.
b. Paul
Feyerabend
( Pendekatan anarkitis )
Dalam bukunya against meathod, ia
menyatakan bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan dan perkembangan dan tidak bisa
diterangkan ataupun diatur oleh segala macam aturan dan sistem maupun hukum.
Didalam buku tersebut ia tetap mempertahankan pendapatnya itu dengan
menganalisa beberapa episode sejarah ilmu,
yang antara lain Galileo galilei.
c. Imre
Lakatos
Pada tahun 1965 lakatos mengadakan suatu symposium
yang mempertemukan gagasan Khun dan Popper. Menurut latakos, bukan teori
tunggal yang harus dinilai sebagai iliah atau tidak ilmiah, melainkan rangkaian
teri teori. Rangkaian teori teori itu
sendiri satu sama lain dihubungkan oleh suatu kontinuitas yang menyatukan teori
teori tersebut enjadi progam progam riset.
4.
Pembaharuan
Epistemologis
dalam ilmu ilmu sosial historis
a.
Institut penyelidikan social Frankfurt
Kritiki kritik mereka terarah
kepada masyarakat yang merupakan hasil perkembangan ilmu ilmu alam dan industry
mutakhir. Salah satu akibatnya adalah bahwa manusia diasingkan ndari dirinya
sendiri.
b. Perdebatan
Popper
dan Adorno sekitar ilmu ilu social
Popper melihat ideology dan utopi
sebagai dua bentuk masyarakat yang membahaykan susunan masyarakat yang sehat. Adorno
yang menekankan bahwa perbandingan dan penerapan itu tidak mungkin, namun ia
kurang memperhatikan yang telah ia kemukakan.
c. Sekitar
adanya kebenaran dalam bidang ilmu ilmu social
Harus diakui bahwa cara
pendekatan pada kebenaran dalam ilu ilmu alam kiranya lebih berupa pendekatan
pada sesuatu yang terdapat diluar si pengenal.
d. Pemikiran
Hermeneotik
Hermeneotika artinya penafsiran
ungkapan ungkapan dan anggapan dari orang lain, khususnya yang berbeda dalam
lingkungan social budaya atau[un yang berbeda jauh dalam rentang sejarah. Heidegger yang sudah kita jumpai bersama Hans Georg
Gadamer boleh dianggap sebagai
tokoh utama epistomologi sehubungan dengan pokok hermeneutika. Namun ada
baiknya kita menyadari bahwa mereka tidak menyetujui bahwa epitomologi, yaitu
filsafat pengetahuan, dipisahkan dari keseluruhan filsafat yang mereka
kembangkan.
sudah lumayan, tapi kalau bisa referensinya ditambah lagi mbak
BalasHapuskunjungi juga blog kami www.ilmusepintas.ga
BalasHapus