Jumat, 12 April 2013

CARA KERJA FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN


1. CARA KERJA FILSAFAT ILMU
            Kita akan menyoroti cara kerja filsafat secara historis. Pertama- tama, cara kerja filsafat menurut anggapan lingkungan Yunani, kemudian mrnurut cara kerja skolastik dalam lingkungan Yahudi, Kristiani maupun Islam sampai akhir Abad Pertengahan, dan akhirnya cara kerja filsafat  Barat modern.
a. Dalam Masa Yunani Purba
            Para filsuf prasokrates ingin menemukan apa yang kiranya merupakan asas (arkhe, principium, principle) dari semua gejala yang diamati dan dialami manusia. Gejala-gejala itu merupakan titik pangkal upaya mereka. Dari sana mereka mau menuju asas yang tak kelihatan, yang selalu dianggap sebagai sesuatu yang objektif . Asas itu ada yang diberi nama seperti air, udara, dan ”yang tak terselami”, ”keteraturan”, ” yang tetap berada dan tidak berubah”, ataupun ”yang senantiasa berubah”.
                                    Metode Sokrates disebut maieutike (kebidanan), yaitu upaya agar dalam dialog apa yang terkandung dalam diri manusia bisa dilahirkn, diucapkan ,dan disadari,. Seakan-akan Sokrates berkata : ” Sebagaimana seorang Ibu melahirkan saya, dan Ibu saya menolong orang untuk melahirkan anak yang dikandungnya, saya pun ingin membantu seorang melahirkan apa yang dikandungnya”.
            Cara kerja dialogis ini sangat tampak dalam karya Plato, murid Sokrates. Namun dalam karya Plato ada kecenderungan bahwa cara kerja filsafat mengarah lagi pada suatu dunia yang lain dari dunia pengalaman manusia. Menurut Plato objektif. Adanya yang benar itu kadang-kadang dapat diterka dan disinggung manusia berkat instuisinya. Sudah kita lihat bahwa matematika sebagai lambang dari yang tetap dan abadi sangat dikagumi Plato, dan bahwa pengetahuan apriori serta cara kerja deduktif dianggap sebagai jaminan untuk mencapai kepastian mutlak dan keberlakuan umum yang merupakan ciri-ciri episteme

b. Dalam Lingkungan Yahudi, Kristiani, dan Islam Sampai Masa Skolastik
            Sudah dalam dunia kebudayaan Yunani purba dan sekitarnya ada suatu lingkungan tersendiri yang didasarkan pada iman kepada Allah Yang Maha Esa. Itulah lingkungan Yahudi, dan di kemudian hari disusul lingkungan Kristiani dan Islam.          Ketiganya berciri monoteisme.
            Dalam pertemuan antar filsuf Yunani dan ketiga lingkungan agama itu, orang yang menganut iman kokoh dan meyakininya sedalam-dalamnya sebagai satu-satunya pegangan hidup mereka, dihadapkan pada suatu dunia lain yang pengetahuan serta hidup moralnya tidak berpangkal pada iman namun tidak bisa ditolaknya begitu saja. Maka, di sini timbullah masalah iman dan akal, yang sejak awal tarikh Masehi sampai tahun 1400 sering kali melanda kalangan para cedekiawan lingkungan bersangkutan. Tanpa secara ringkas kita melihat pertemuan serta konfrontasi iman akal itu.
            Pada awalnya dalam ketiga lingkungan itu ada pihak yang bersikap terbuka dan bersedia melihat adanya kesinambungan antara iman dan akal dua sumber pengetahuan, yang tentu dianggap berasal dari Allah Yang Maha Esa itu. Kita Yustinus, mazhab Iskandaria dan pada umumnya para pengarang kuno di wilayah gereja timur dalam lingkungan Kristiani serta aliran Mu’tazilla, al- Farabi Ibn Sina, Ibn Rushd dalam lingkungan Islam.
  Arti kata methodus scholatica tentu saja berkait erat dengan schola, yang artinya sekolah. Makna istilah itu sudah jelas dalam upaya dan karya Boethius, yang hidup pada masa runtuhnya kerajaan romawi bagian barat yang mencangkup Kebudayaan Yunani Helenisme Kuno. Kekuasaan beralih pada bangsa-bangsa yang sudah Kristiani, tetapi yang kebudayaannya jauh lebih rendah. Demi masa depan bagian Eropa itu, sebagai bangsawan dan sarjana yang masih sempat belajar di Akademi Athena dan Konstantinopel, Boethius merasa terpanggil menjadi ” penunjuk jalan” ke masa depan yang didamba-dambakan. Cara yang dianjurkannya ialah belajar pada ” sekolah”  tokoh-tokoh kuno, tanpa perlu merasa takut-takut, karena semboyannya adalah ” Cobalah sedapat mungkin menggabungkan iman dan akal”.
                        Kita melihat pandangan skolastik tentang filsafat. Menurut mereka, karena akal budi berasal dari Allah yang sama yang telah mewahyukan pokok-pokok iman, maka hasil akal budi tidak usah dicurigai,. Selain itu akal budi juga merupakan kekhususan leluhur kita ( kaum beriman), yang punya iman berbeda atau bahkan tidak beriman sama sekali. Maka dari itu sebaiknya kita (kaum beriman) tidak usah mencurigai akal budi, kecuali jika ada ajaran yang betul-betul jelas bertentangan dengan iman yang lurus. Dengan demikian filsafat sejati bersesuaian dengan iman, karena akal bersesuaian dengan iman, dengan catatan iman lebih tinggi dari pada akal. Filsafat sejati juga bersesuaian dengan teologi yang tepat dan benar dengan catatan teologi yang benar dan tepat lebih luhur dari pada filsafat. Kendati begitu, iman atau teologi tidak boleh dan tidak dapat memperbudak atau menjadi tuan filsafat, sebab filsafat benar-benar berdaulat dan berdiri sendiri.
            Gambaran tentang pengetahuan dan cara kerja filsafat yang muncul dalam lingkungan skolastik Yahudi-Kristiani-Islam menekankan objek pengetahuan serta ciri objektif pengetahuan itu sendiri.

c. Selama Masa Modern
            Sehubungan dengan cara kerja filsafat seluruh masa modern di dunia barat ditandai oleh dua ciri utama. Yang pertama ialah bahwa filsafat semakin berdiri sendiri, dalam arti bahwa kebanyakan filsuf entah beriman, entah tidak beriman tidak memperdulikan adanya teologi berdasarkan iman. Ciri yang kedua pembelokan ke arah subjek pengetahuan yang telah dirintis Descartes.
            Abad ke 20 ada dua aliran ”menyimpang” dari perhatian itu, yakni neopositivisme dan strukturalisme. Di sini kita hanya akan menyinggung beberapa anggapan selama masa modern filsafat Barat, dengan pengandaian bahwa tokoh-tokohnya sudah dikenal. Dan dibedakan menjadi lima tahap perkembangan.
                        Tahap awal ditandai oleh tiga tokoh besar, yaitu Descartes, Spinoza, dan Pascal. Tahap ini dicirikan oleh sikap mereka masing-masing terhadap cara kerja apriori atau aposteriori filsafat dan pengetahuan secara umum. Menurut Descartes yaitu idea yang jelas dan terpilah-pilah itu ada tiga macam, yakni kesadaranku, keluasan, dan adanya yang sempurna. Model ciptaan Descartes dikembangkan dengan lebih konsekuen lagi oleh Barukh Spinoza, yaitu tanpa terlebih dulu melewati jalan keragu-raguan. Yang melawan cara kerja ini adalah Blaise Pascal bahwa dalam bidang iman dan teologi Pascal menjadi penerus anggapan yang sudah muncul sejak permulaan reformasi, yaitu menimbulkan dosa.
            Tahap kedua merupakan masa jaya dua aliran besar filsafat barat modern, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme dapat dianggap sebagai lanjutan dari pikiran dan cara kerja Descartes dan Spinoza, namun kurang mementingkan cara kerja matematika yang ketat. Menurut anggapan empirisme, cara kerja filsafat ialah mengumpulkan data-data empirisme yang diolah dan diatur oleh pengetahuan inderawi.
            Tahap ketiga munculnya filsafat Kant merupakan suatu sistem yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang secara aposteriori diselidiki oleh ilmu pengetahuan yang memungkinkan penyelidikan aposteriori itu.
            Tahap keempat dicirikan oleh kritik terhadap idealisme, yang dapat dibedakan menjadirasa curiga akan kemampuan akal yang dianggapnya lemah dan menimbulkan dosa.
            Tahap kedua merupakan masa jaya dua aliran besar filsafat barat modern, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme dapat dianggap sebagai lanjutan dari pikiran dan cara kerja Descartes dan Spinoza, namun kurang mementingkan cara kerja matematika yang ketat. Menurut anggapan empirisme, cara kerja filsafat ialah mengumpulkan data-data empirisme yang diolah dan diatur oleh pengetahuan inderawi.
            Tahap ketiga munculnya filsafat Kant merupakan suatu sistem yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang secara aposteriori diselidiki oleh ilmu pengetahuan yang memungkinkan penyelidikan aposteriori itu.
            Tahap keempat dicirikan oleh kritik terhadap idealisme, yang dapat dibedakan menjadi tiga macam cara kerja filsafat sebagai perintis ketiga cara itu dapat disebut Marx, Kierkegaard, Husserl.
            Tahap kelima ada dua aliran yang menonjol dalam tahap ini, yaitu neopositivisme dan strukturalisme. Neopositivisme mencita-citakan perpaduan antara ilmu-ilmu empiris dan ilmu-ilmu pasti. Strukturalisme yaitu diterapkan pada ilmu-ilmu kemanusiaan lainnya seperti antropologi kebudayaan, psikologi, sejarah. Menurut cara kerja itu, manusia dipelajari sebagai objek yang tidak bisa tidak tunduk pada susuanan atau struktur yang secara apriori terdapat dalam bidang-bidang penyelidikan tersebut sebagai hukum-hukum yang tak dapat diganggu gugat.

2. CARA KERJA FILSAFAT
Salah satu cara kerja filsafat yang gunanya dapat dipertanggungjawabkan ialah cara kerja yang bertitik pangkal pada pengalaman manusia, yang mencari dan bertanya tentang segala sesuatu. Berkat adanya institusi yang merupakan sumber pengalaman itu, manusia mengadakan reduksi kearah sumber itu. Reduksi itu bersifat abstrak. Dan berkat perjalanan reduktif itu, dalam suatu deduksi berikutnya susunan sebenarnya dari kenyataan yang dialami itu dapat diungkapkan secara tersurat dan dapat dipahami.


3. CARA KERJA FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
  Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan yang melebihi sekedar uraian tentang pelaksanaan teknis ilmu-ilmu bersangkutan ialah penelitian tentang apa yang memungkinkan ilmu-ilmu itu terjadi dan berkembang. Cara kerja ini bertitik pangkal pada uraian ilmu-ilmu pengetahuan, sehingga melalui jalan reduksi dapat nencapai pokok-pokok inti yang memungkinkannya. Kemudian berkat reduksi itu, cara kerja dan pembentukan ilmu-ilmu dalam pelaksanaan sehari-hari dapat diterangkan dan dimengerti.

TARAF-TARAF KEPASTIAN
SUBJEKTIVITAS DAN OBJEKTIVITAS
  Dalam keseluruhan proses pengetahuan itu dapat dibedakan tanpa dapat dipisahkan dua hal, yaitu evidensi dan kepastian. Dalam kesatuan subjek dan objek itu, evidensi terletak pada pihak objek. Sedang kepastian terletak pada pihak subjek. Evidensi seolah-olah merupakan terang atau daya objek yang menampakkan diri, sedangkan kepastian adalah keyakinan dalam diri subjek bahwa yang dikenalnya adalah betul-betul objek yang memang ingin diketahuinya. Kedua hal ini merupakan ciri-ciri gejala pengetahuan yang sekaligus merangkum baik si subjek pengenal maupun objek yang dikenal.

1. Taraf- taraf Kepastian dalam Ilmu Empiris dan Ilmu Pasti
            Sudah kita lihat kepastian merupakan ciri pengetahuan yang terletak pada pihak subjek. Demikian juga kesementaraan dan kesesatan dalam pengetahuan. Sedangkan mengenai kebarangkalian harus diakui bahwa istilah itu justru digunakan oleh para ilmuwan untuk menunjukan sesuatu yang dalam gejala pengetahuan terletak pada pihak objek. Untuk mencegah kesulitan ini, disini diperkenalkan istilah keterpercayaan.
            Keterpercayaan merupakan ciri khas hipotesa ilmiah. Dalam gejala pengetahuan ilmiah, hipotesa terletak pada pihak subjek. Keterpercayaan hipotesa bisa agak lemah, misalnya jika belum diperiksa secara empiris dan bisa kuat juga, kalau sesudah diperiksa sekian kali ternyata belum kalah. Hal ini tergantung pada jumlah dan mutu data-data empiris yang suatu ketika dapat diterangkan atas dasar hipotesa itu.
            Perbedaan antara masalah keterpercayaan dengan masalah kebarangkalian ialah bahwa dalam hal keterpercayaan dari suatu hipotesa, pokok pembicaraan atau perbandingan diemukan dalam keterpercayaan logis dari suatu atau beberapa pernyataan proporsi. Sedangkan kebarangkalian pokok pembicaraan atau perbandingan ialah kebarangkalian statistis dari suatu atau beberapa kenyataan yang dapat diulangi.
a.       Dalam Ilmu Empiris
Bahwa semua ilmu empiris termasuk ilmu-ilmu kemanusiaan, mengejar kepastian dalam dua arti. Pertama, kepastian tentang explanans gejala-gejala yang diselidiki, lalu juga kepastian mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu hukum yang berlaku. Maka, menurut peristilahan yang telah digunakan Sehubungan dengan bagan deduktif nomologis dapat dikatakan dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah.
Akan tetapi yang tercapai hanyalah suatu taraf keterpercayaan yang berdasarkan pengamatan empiris tak pernah dapat mencapai nilai 1. Bahkan kendati hipotesa dan hukum sangat terpercaya, keduanya harus tetap terbuka untuk dibuktikan salah. Maka keduanya itu bersifat sementara.

b.      Dalam Ilmu-ilmu Pasti
Dapat dikatakan bahwa dalam konteks penemuan dan pembenaran dari salah satu sistem matematika atau logika yang sudah jadi dan berdiri sendiri tidak ada hipotesa lagi melainkan hanya ungkapan-ungkapan yang bersifat aksiomatis dan dalil-dalil yang semuanya tanpa kecuali, tidak bisa selain bernilai 1.
2. Refleksi dan Evaluasi Filsafat Atas Data-data itu
Dalam abat ke-20 ini, pokok-pokok perhatian filsafat dan ilm-ilmu memang sering diarahkan lagi pada ‘’benda pada dirinya sendiri’’(Husserl) dan dalam bidang ilmi-ilmu alam dilakukan penyelidikan atas dasar-dasar ilmu (faundational research), antara persoalan lain mengenai materi itu sebernanya apa.

ADA TIDAKNYAKEBENARAN – KEBENARAN ITU APA?

1.      Paham tentang “Benar” dan “Tepat” dalam ilmu-ilmu
a.       Dalam Ilmu-ilmu Empiris
Meninjau dari kata “tepat”, Pertama, tepatnya cara kerja penemuan. Kedua, tepatnya cara kerja dan cara penerapan hasil ilmu. Ketiga, hannya untuk ilmu-ilmu kemanusiaan: tepatnya kesadaran akan hubungan timbale balik antara subjek pengetahuan dengan objenya,
Mengenai kata “benar” ada perbedaan besarb diantarabpenganut ilmu empiris. Tetapi perbedaan itu agak jarang muncul secara eksplisit dan tersurat. Pada abad ke-19 ada dua pandangan besa, yang dapat digolongkan sebagai anggapan yang paling mementingkan objek yang diketahui serta bagaimana berlangsungnya pengetahuan itu, dan masing-masing anggapan mempunyai tokoh yang dikenal, mereka yang berpendapat perlunnya antara si pengenal dan apa yang dikenal.
            Anggapan tentang terwujudnya kebenaran dalam praktek berasal drai Amerika. Para pendiri pragmatisme itu memang agak terkenal sebagai tokoh filsafat, yaitu Charles S. Peirce(1839-1914),William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952).
Sedangkan anggapan tentang terlaksanannya kebenaran dalam ungkapan manusia berasal dari Inggris. Para pendiri aliran ini8 juga dikenal sebagai tokoh filsafat, yaitu Frank Pluputon Ramsey (1903-1930), John Langshaw Austin (1911-1960), dan Peter Frederick Strawson(1919).
b.         Dalam ilmu-ilmunpasti
Satu-satunnya masalah ialah apakah langkah-langkah yang di tempuh itu tepat. Benar tidaknyasuatu sistem atau suatu langkah dalam sistem tertentu ialah yang berasal dari category mistake seperti misalnya kalau saya bertanya apakah kimia itu hijau atau merah.
2.   Refleksi Filsafat Atas Ada Tidanya Kebenaran
Berdasarkan pemandanga ringkas atas sejarah filsafat mengenai kebenaran, lalau pemandangan ringkas akan paham tentang kebenaran akan kita terapkan pada anggapan-anggapan yang telahsudah di kemukakan. Akhirnya akan kita tarik kesimpulan umum tentang kedudukan kebenaran.
a.    Pokok-pokok sejarah filsafat tentang kebenaran
Dalam masa kuno kita berjumpa dengan anggapan tentang kebenaran yang berasal dari plato. Dewasa ini Martin Heidggertelah berusaha menerangkan pandngan Plato itu dengan menguraikan kata yunani aletheia (= kebenaran). Secara etimologis kata itu dapat diterangkan sebagai “tak tersembunyikan”.
     Menurut gagasan Plato, kebenaran sebagai ketersembunyian adannya tidak dapat dicapai oleh manusia selama di dunia ini.Dari seluruh penjelasan ini sebaiknya kita anggapan bahwa “kebenaran” menurut anggapan Plato adalah sesuatu yang terdapat pada apa yang di kenal, atau pada apa yang dikejar untuk dikenal.
b.      Apa itu kebenaran?
     Kebenaran adalah pernyataan adanya (being) yang yang menampakkan diri sampai masuk akal,
c.       Penilaian Filsafat Atas Kebenaran Ilmu-ilmu
      Salah satu tugas pokok filsafat ilmu pengetahuan ialah menilai hasil ilmu-ilmu pengetahuan dilihat dari sudut pengetahuan manusia lainnya.
d.      Kesimpulan Umum tentang Kedudukan Kebenaran
      Dalam hubungan penyamaan antar keduanya itu kebenaran muncul, berkembang, dan maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat penenal.
     Kedudukan pertama-tama berkedudukan dalam diri si pengenal. Kebenaran diberi batasan sebagai penyamaan akal dengan kenyataan budi tanpa pernah sampai pada kesamaan sempuna yang dituju kebenaran dalam pengalaman manusia.

                                                           




BAGIAN KETIGA
ANGGAPAN-ANGGAPAN POKOK FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN SELAMA MASA MODERN

PERKEMBANGAN SAMPAI PADA ABAD KE-19
         Menelusuri sejarah filsafat ilmu pengetahuan selama masa modern sambil berhenti pada beberapa pokok dan tokoh yang menonjol. Masa khas Renaissance dan Humanismedunia Barat sejak pada abad ke-15 ialah menonjolnya manusia sebagi pribadi perseorangan dan sebagai yang berkuasa.
1.      Francis Bacon (1561-1626)          
a.          Riwayat Hidup dan Karyanya
Bacon lahir di London, selam hidupnya ia menekuni studi, dan penuh pehatian akan dunia sekitarnya. Pada tahun 1621 ia diangkat mejadi Viscount of St. Albans.
 Beberapa karyanya, The Advancement of Learning (1606), yang kemudian di sadur kembali pada tahun 1623 denag judul De digtnitatebet augmentis scientiarum(Tentang perkembangan luhur suatu ilmu), sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang di rencanakannya namun tak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (pembaharuan besar). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru).
b.      Ciri Umum Karya Bacon
Menurut Bacon berlangsunglah arah baru yang belum pernah disaksikan bangsa manusia.
    Mengenai pembagian ilmu, menurut bacon jiwa manusia yang berakal mempunyai suatu kemampuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imagination), dan  akal (ratio). Ketiganya merupakan dasar segal pengetahuan.
 Sikap khas Bacon mengenai cirri dan tugas filsafat paling mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia didekatnya satu sama lain karena tidak dikuasai kecuali jalan “menaatinya” Agar dapat “taat” pada perlulah manusia mengenalnya terlebih dahulu.
c.       Penilaian Singkat
Menurut Barcon matematika dan logika seperti halnya filsafat dan metafisika tradisional tidak berguna sama sekali, karena tidak menambahkan sesuatu pun pada kemampuan manusia untuk menguasai dunia dan alam.
2.      Perkembangan Sampai dengan Hume dan Kant
   Kedua tokoh abad ke-18 ini jangan diogolongkan sebagai filsuf ilmu pengetahuan,karena ruang lingkup karya dan filsafat mereka jauh melebihi bidang filsafat ilmu pengetahuan.
3.      John Stuart Mill (1806-1873)
a.       Riwayat  Hidup dan Karyanya
Mill lahir di kota London, Karya Mill meliputi filsafat Negara dan ketuhana (A System of Logic(1843)), dengan pokok pembicaraan sekitar cara kerja ilmu-ilmu alam.
b.      Ajaran Mill tentang Ilmu-ilmu 
Didalam ajaran yang diperkenalkan oleh Mill didalamnya terdapat pembahasan mengenai

-                Problematika Induksi menurut Mill
-                Pembenaran Proses Induksi
-                Cara Kerja Induksi
c.       Beberapa tokoh dan Aliran Sehubungan dengan Mill
Yaitu:
-                William Whewel (1794-1866)
-                Aguste Comte (1798-1857)
-                Jules Lacheilier (1832-1918)

Anggapan – anggapan pokok mengenai filsafat ilmu pengetahuan abad ke-20
1.   Lingkaran wina
a.       Latar belakang
Lingkaran wina atau dalam bahasa jerman wiener kreis adalah suatu kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu pastidan alam di Wina ibu kota Australia. Kelompok ini didirikan oleh moritzschlick pada tahun 1924, namun pertemuan pertemuannyasudah langsung  sejak tahun 1922, dan berlangsung sampai tahun 1938.

b.      Pandangan yang dikembangkan oleh lingkaran wina disebut Neopositivisme, atau kerap juga dinamakan positivism logis,ataupun empirisme logis.secara umumj mereka berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengalaman saja, yaitu pengalaman. Mereka punya minat besar untuk mencari garis batas atau demarkasi antara pernyataan yang bermakna (meaningful), dan tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kemungkinan untuk diferifikasi. Tugas tunggal yang tertinggal bagi filsafat ialah memeriksa susunan logis bahasa ilmiah, baik dalam perumusan penyelidikan ilmu alam, maupun dalam bidang logika dan matematika.

c.    Filsafat ilmu dalam pandangan positifisme logis
Dalam kerangka pemikiran semacam itu, filsafat ilmu pengetahuan mereka pandang sematamata sebagai logika ilmu ( the logic of science ). Sebagai implikasinya, filsafat ilmu harus disusun berdasarkan analog logika formal. Logila ilmu lebih mengurusi bentuk logis pernyataan ilmiah. Yang ada dalam pandangan logika ilmu hanyalah kontek pengujian dan pembenaran ( context of justification ) ilmu pengetahuan bersangkutan. akibatnya,filsafat ilmu dalam hal ini yang dimaksud ialah logika ilmu kian jauh dari kenyataan ilmu pengetahuan sebenarnya, karena terlalu sibuk dengan apa yang terjadi dalam ilmu pengetahuan.
2.      Karl Raimund Popper
a.       Riwayat hidup dan karyanya
Popper lahir dikota wina pada tahun 1902, ia belajar ilmu alam pada universitas, lalu menjadi guru SMA, sekaligus ia berminat besar akan filsafat. Pada masa mudanya ia berkenalan dengan beberapa tokoh lingkaran wina, namun tidak pernah menjadi anggotanya. Popper mengungsi nkeselandia baru dan mengajar di Christchurch. Sejak kembali keeropa, ia dilondon dan mengajar disana. Karya dasarnya ialah logik der  forschung (1934) yang diterjemahkan menjadi the logic of scien tific discofery (1959).



b.      Pokok pokok pemikiran popper
Dasar logis cara kerja ilmu emppiris
Popper menentang beberapa gagasan dasar lingkaran wina, pertama ia menentang pembedaan antara ungjapan yang disebut bermakna (meaningful) dari yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriterium dapat tidak nya dibenarkan secara empiris. Pembadaan itu digantinya, dengan apa yang disebutnya garis batas. Untuk mencapai pandangan ini popper menggunakan kebenaran logis yang sebenarnya sederhana sekali. Dalam perkataan popper sendiri : “dengan opserfasi angsa putih, betapapun besar jumlahnya,orange tidak dapat sampai kesimpulan nsemua angsa berwarna putih, tetapi sementara itu cukup satu kali opserfasi terhadap[ seekor angsa hitam untuk menyangkal pemdapat tadi “.
3.      Filsafat ilmu baru
a.       Thomas S Kubn: struktur revolusi ilmiah
Filsafat ilmu baru ini dimulai dengan terbitnya karya Kuhn the structure of scientific revolutions. Pada tahun 1970 terbit buku dengan judul yang sama dari Kuhn, namun sudah dengan sedikit perubahan dan “postscript”. Menurut Kuhn sebaliknya upaya untuk berguru pada sejarah ilmu harus merupakan titik pangkal segala penyelidikan. Dengan begitu diharapkan filasafat ilu bisa semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya.
b.      Paul Feyerabend ( Pendekatan anarkitis )
Dalam bukunya against meathod, ia menyatakan bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan dan perkembangan dan tidak bisa diterangkan ataupun diatur oleh segala macam aturan dan sistem maupun hukum. Didalam buku tersebut ia tetap mempertahankan pendapatnya itu dengan menganalisa beberapa  episode sejarah ilmu, yang antara lain Galileo galilei.
c.       Imre Lakatos
Pada tahun 1965 lakatos mengadakan suatu symposium yang mempertemukan gagasan Khun dan Popper. Menurut latakos, bukan teori tunggal yang harus dinilai sebagai iliah atau tidak ilmiah, melainkan rangkaian teri teori. Rangkaian teori teori itu sendiri satu sama lain dihubungkan oleh suatu kontinuitas yang menyatukan teori teori tersebut enjadi progam progam riset.
4.      Pembaharuan Epistemologis dalam ilmu ilmu sosial historis
a.                            Institut penyelidikan social Frankfurt
Kritiki kritik mereka terarah kepada masyarakat yang merupakan hasil perkembangan ilmu ilmu alam dan industry mutakhir. Salah satu akibatnya adalah bahwa manusia diasingkan ndari dirinya sendiri.
b.   Perdebatan Popper dan Adorno sekitar ilmu ilu social
Popper melihat ideology dan utopi sebagai dua bentuk masyarakat yang membahaykan susunan masyarakat yang sehat. Adorno yang menekankan bahwa perbandingan dan penerapan itu tidak mungkin, namun ia kurang memperhatikan yang telah ia kemukakan.
c.    Sekitar adanya kebenaran dalam bidang ilmu ilmu social
     Harus diakui bahwa cara pendekatan pada kebenaran dalam ilu ilmu alam kiranya lebih berupa pendekatan pada sesuatu yang terdapat diluar si pengenal.
d.   Pemikiran Hermeneotik
Hermeneotika artinya penafsiran ungkapan ungkapan dan anggapan dari orang lain, khususnya yang berbeda dalam lingkungan social budaya atau[un yang berbeda jauh dalam rentang sejarah. Heidegger yang sudah kita jumpai bersama Hans Georg Gadamer boleh dianggap sebagai tokoh utama epistomologi sehubungan dengan pokok hermeneutika. Namun ada baiknya kita menyadari bahwa mereka tidak menyetujui bahwa epitomologi, yaitu filsafat pengetahuan, dipisahkan dari keseluruhan filsafat yang mereka kembangkan.

2 komentar:

  1. sudah lumayan, tapi kalau bisa referensinya ditambah lagi mbak

    BalasHapus
  2. kunjungi juga blog kami www.ilmusepintas.ga

    BalasHapus